Evaluasi 2 tahun Pemerintahan Nur-Yuyun
Tepat dua tahun lalu tanggal 26 Januari 2006 Nur Mahmudi Isma'il dan Yuyun Wirasaputra dilantik menjadi Walikota & Wakil Walikota pertama hasil pilihan langsung rakyat Depok. Segunung harapan menyeruak di tengah nadi masyarakat depok terhadap pasangan tersebut, di tengah berbagai problema kehidupan yang dirasakan semakin memberatkan. Sementara, kemampuan yang ada sangat jauh dari cukup untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar kehidupan.
Sebagai pemimpin baru, pasangan Nur-Yuyun mewarisi berbagai problema klasik masyarakat kota, mulai dari perilaku buruk sebagian birokrat hingga problem sampah yang mencemari lingkungan dengan hasilnya berupa predikat depok sebagai kota terkotor. Belum lagi masalah kemiskinan, pengangguran, kemacetan jalan, kerusakan jalan, pelayanan publik yang buruk, dan setumpuk problem lain yang sangat berat.
Di tengah situasi seperti itu pasangan Nur-Yuyun mencanangkan visi "Menuju Kota Depok yang Melayani & Mensejahterakan". Sebuah visi yang terasa merakyat, low profile dan menjanjikan harapan terhadap perbaikan kesejahteraan masyarakat. Visi tersebut kemudian diuraikan melalui empat misi, mulai dari (1) mewujudkan pelayanan yang ramah, cepat dan transparan, (2) membangun dan mengelola sarana dan prasarana infrastruktur yang cukup, baik dan merata, (3) mengembangkan perekonomian masyarakat, dunia usaha dan keuangan daerah, dan (4) meningkatkan kualitas keluarga, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan masyarakat, berlandaskan nilai-nilai agama.
Keindahan kalimat dalam visi dan misi di atas menjadi tantangan dan ujian tersendiri untuk pemimpin kita ini. Nur-Yuyun berharap akan mampu merubah paradigma pemerintah sebagai penguasa menjadi pemerintah sebagai pelayan. Pemerintah bertekad tidak lagi mengelola kota ini dengan wajah angker dan tangan besi, tetapi dengan senyum dan sapaan yang simpatik. Tidak hanya mengandalkan senyum dan sapaan ramah, tapi tekad untuk mewujudkan good governance juga menjadi cita-cita yang ingin diwujudkan. Karena, hanya dengan good governance, dengan keempat pilarnya, yaitu transparansi, akuntabilitas, profesionalitas, dan partisipatif, kesejahteraan warga depok baru akan terwujud, sebagai pengejawentahan dari visi dan misi.
Waktu dua tahun ternyata belum cukup untuk dapat memberikan perubahan yang berarti. Beberapa prestasi penting memang patut dibanggakan, seperti lepasnya kota ini dari predikat kota terkotor, pengakuan KPK dan Bapenas terhadap transparansi yang dilakukan dalam proses pertenderan, bantuan santunan kematian sebesar 2 juta bagi setiap warga yang meninggal, prestasi pelajar depok dalam olimpiade tingkat propinsi dan nasional, gerakan RW Siaga yang menjadikan Depok sebagai kota terdepan dalam sektor ini, pemenangan program PPK IPM, transparansi dalam proses penerimaan CPNS, dan beberapa prestasi lainnya, menunjukkan pemerintahan ini cukup bisa diandalkan.
Namun, sederet prestasi tersebut ternyata belum mampu membuat rakyat Depok tersenyum lega dan merasa memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan di hadapan kota-kota lain di negara ini. Saat berbagai prestasi tersebut diukir, sebagian besar masyarakat masih harus merasakan ‘nikmatnya’ jalan berlubang setiap hari. Saat sebagian warga Depok merasakan indahnya bertempat tinggal di perumahan-perumahan mewah, sebagian lain masih harus tinggal di rumah beralaskan tanah dan dinding bambu. Saat wisata kuliner semakin marak di ruas margonda, sebagian masyarakat masih berjuang mati-matian untuk mendapatkan sesuap dua suap nasi untuk mengisi perutnya setiap hari. Dalam aspek pelayanan publik, seperti pembuatan KTP, perijinan, dan lain sebagainya, kinerja aparat pemerintahan masih belum menunjukkan kinerja yang optimal. Mental sebagai penguasa masih mendominasi sebagian besar aparat, dibanding mental sebagai pelayan rakyat. Jargon ‘jika bisa dipersulit, mengapa dipermudah’ nampaknya belum hilang dari wajah birokrat depok.
Sekali lagi, di tengah berbagai prestasi yang dicapai, secara umum kinerja pemerintahan ini masih belum optimal. Jika diberikan nilai, mungkin nilainya masih 6 atau 6,5. Untuk perbaikan kondisi yang akan datang, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, pilih satu atau dua fokus capaian yang ingin diraih dalam 1-2 tahun ke depan. Misalnya, fokus pada problema penanganan kemiskinan. Diawali dengan menjadikan gerakan pengentasan kemiskinan sebagai sebuah gerakan pemkot, kemudian diikuti dengan sosialisasi yang masif dan intensif utk mengajak 1,3 juta warga depok bersama-sama menjadikan problem ini sebagai problem bersama, untuk mengentaskan 124 ribu (data Bapeda, 2006) warga miskin di depok.
Kedua, pembentukan komunitas-komunitas warga untuk mendorong keterlibatan publik dalam proses pembangunan agar lebih efektif. Komunitas atau forum-forum warga ini akan dapat menjadi mitra pemerintah yang positif dalam menyelesaikan berbagai problema yang ada di masyarakat. Ketiga, proses monitoring dan evaluasi yang intensif dan kontinyu untuk memastikan bahwa program yang dicanangkan berjalan dengan efektif. Jika perlu, libatkan komponen atau komunitas masyarakat untuk melakukan evaluasi terhadap berbagai program pemerintah.
Jika ketiga hal di atas dapat dilakukan oleh pemerintahan Nur-Yuyun, kita yakin Depok akan memiliki satu atau dua poin keunggulan, sebagaimana Jembrana, Sragen, Balikpapan, Gorontalo, masing-masing memiliki produk/karya unggulannya, yang membuat kota-kota tersebut selalu menjadi referensi atas sebuah prestasi. Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar