12 Sep 2008

Bekerjalah Sebagaimana Itik Berenang

Bekerjalah sebagaimana itik berenang di telaga. Ia melaju dengan tenang dan cantiknya, tanpa membuat permukaan air menjadi berkecipak dan berisik. Iapun tak perlu membuat sekujur tubuhnya basah kuyup atau merusakkan bulu-bulunya. Bahkan, berenangnya itik itu sendiri selalu menambah keindahan pandangan seluruh telaga. Namun, tahukah kita bahwa di dalam air sepasangkakinya bekerja keras mengayuh-ayuh. Dan, itu tak tampak oleh mata yang memandangnya.

Kita dapat bekerja dengan keras dan gigih. Dan untuk itu, kita memang tak perlu menyembunyikan luruhan keringat dan tarikan nafas panjang kelelahan, namun kita dapat mengubahnya sebagai sebuah kesukacitaan. Itu hanya tercapai bila kita meletakkan sumbangsih kerja kita dalam bingkai indah tentang peraihan hidup. Karena kerja adalah bagian dari hidup, maka jangan biarkan kerja jadi noda tinta dalam lukisan tentang kehidupan kita.

Batas Dari Semua Usaha

Bila selama sepekan anda telah bekerja dengan gigih, berlari penuh ketergesa-gesaan, dan menggigit gigi sendiri untuk menahan rasa sakit diburu-buru, maka akhir pekan ini adalah saat yang paling baik untuk merenungi apa arti waktu bagi anda. Secepat-cepat anda belari menjadi yang nomor satu, anda takkan pernah mampu melampaui waktu. Sekuat-kuat anda memenangkan pertandingan, pada akhirnya toh anda akan dikalahkan oleh usia anda sendiri. Sehebat-hebat anda menaklukkan puncak gunung, alam memberi langit yang lebih tinggi yang tak terdaki. Bahwa segala sesuatu itu ada batasnya.

Anda perlu tahu batas-batas itu. Meski tujuan adalah sesuatu yang belum bisa anda capai sekarang; dan ini membuat anda begitu optimis akan hidup esok hari; namun kesadaran akan tepian dari semua kerja anda semestinya menggugah anda untuk menemukan jiwa dalam kerja anda. Yaitu, silakan kita berkeja sekeras-kerasnya, karena memang untuk itulah anda ada, namun anda sama sekali tak harus menjamin tercapainya semua tujuan itu, karena memang bukan itu tugas anda. Kita hanya harus berusaha.

11 Sep 2008

Lakukan Yang Berguna Meski Sederhana

Hari ini coba cari barang, yang menurut anda paling sepele, di rumah anda. Mungkin anda bisa mulai dari tutup tube pasta gigi yang tak terpakai. Coba perhatikan bagaimana bentuknya. Anda akan temukan sebuah bentuk yang sangat menarik; ukuran yang pas dengan pegangan, desain yang mantab, dengan ulir di bagian dalam yang teliti dan tepat. Pernahkah anda membayangkan, pasti ada seseorang yang bermalam-malam memikirkan bagaimana merancang barang sekecil itu agar bisa digunakan? Pernahkah anda membayangkan juga, pasti ada orang lain yang berhari-hari bahkan berminggu-minggu menyiapkan cetakan, menguji sampai menghantarkannya ke hadapan anda.

Sebelum anda buang barang yang tampaknya beigtu sederhana, temukan sesuatu yang luar biasa yang menjadikannya terwujud dengan baik. Yaitu, sebuah usaha keras manusia. Usaha keras untuk menghadirkan barang yang bermanfaat bagi kemudahan dan kesejahteraan hidup kita. Dan, memang itulah tugas utama kita pada sesama: menjadi sesuatu yang berguna, meski apa yang kita lakukan itu tampaknya begitu sepele.

Buah Pada Pohon Keberhasilan Anda

Pelajaran hidup seringkali sederhana, bahkan kita bisa berkaca pada kehidupan kanak-kanak kita sendiri. Pernahkah, di waktu kecil dulu, kita melihat pohon mangga berbuah lebat di pekarangan sebelah rumah? Biasanya kita tergerak untuk memanjat dan memetik beberapa butir untuk kita santap bersama rekan-rekan sepermainan. Atau, jika terlalu tinggi untuk dipanjat, kita kumpulkan kerikil dan ramai-ramai melempari buah-buah yang bergelantungan itu. Ketika masih kecil kita sudah tahu, kita takkan melemparkan sebuah kerikil pun pada pohon yang tak berbuah bukan?

Jika anda kini bagaikan sebuah pohon mangga yang berbuah lebat, dengan berbagai keberhasilan hidup, maka jangan salahkan orang lain yang ingin juga mencicipinya. Sebagian keberhasilan memang untuk dinikmati sendiri, namun sebagian yang lain adalah untuk dibagi-bagikan. Maka sebelum pohon keberhasilan anda dilempari batu oleh anak-anak sebelah rumah, ada baiknya anda menjadi tetangga yang baik, yang berkenan membagi buah-buah ranum anda sekedarnya. Apalagi jika ternyata beberapa daun kering pohon anda ternyata turut mengotori halaman mereka.

3 Sep 2008

Kebesaran Jiwa Tak Butuh Plakat Nama Apapun

Andaikan anda adalah seorang pemimpin ekspedisi yang mengemban misi menemukan benua baru. Anda memiliki kapal terkuat, kelasi-kelasi terbaik, dan semangat luhur demi kehidupan umat manusia yang lebih mulia. Menjelajahlah anda menembus ombak, melintasi badai dan memecah pantai. Berbulan-bulan anda habiskan untuk mengintai apa yang ada di balik cakrawala, serta meyakinkan semua orang bahwa misi ini pasti berhasil. Akhirnya, ketika semua kelelahan, keputus-asaan, dan kebimbangan memuncak, seorang kelasi berteriak, "Daratan!" Ya, ia melihat benua baru yang diimpi-impikan itu. Anda telah menemukan tanah harapan itu. Pertanyaannya: dengan nama siapakah akan anda namai benua itu? Apakah nama anda sendiri?Toh, sebagai pemimpin, anda berhak menyandang kehormatan itu. Atau, nama kelasi yang melihat benua itu pertama kali?

Orang-orang besar tak butuh namanya ditorehkan di plakat mana pun. Merekatahu, kebesaran adalah jiwa yang bebas. Nama mungkin segera menjadi fosil.Sedangkan kebesaran jiwa akan hidup dan menjadi inspirasi bagi siapa punyang mendambakannya. Orang-orang berjiwa besar menghargai, tanpa merasaharus dihargai.

Bangun Terus Monumen Anda Meski Tak Usai

Terkadang, ketika kita sedang membangun sesuatu - sesuatu yang kelak ingin kita jadikan sebagai monumen kebanggaan hidup - kita harus meninggalkannya di tengah jalan. Kita harus meninggalkan semua angan akan tertorehnya nama kita di puncak monumen itu. Bahkan, seringkali kita harus rela menyerahkannya pada orang lain. Bagi beberapa orang, tentulah ini sangat mengecewakan. Namun, bagi mereka yang cukup mengerti, ini tak jadi beban yang merisaukan.

Kebahagiaan tidak perlu diukur dari seberapa tinggi monumen hidup itu bisa kita selesaikan. Kebahagiaan selalu bisa kita resapi di setiap saat kita menumpuk dan merekatkan batu-batu pendiri monumen tersebut. Tak selamanya kita harus menyelesaikan apa yang harus kita kerjakan. Cukuplah bila kita selalu berusaha memberikan yang terbaik pada setiap kerja yang sedang kita upayakan. Dan, sudah lebih dari apa pun bila kita mampu merasakan kesenangan dari setiap kerja tersebut. Keinginan untuk bangga seringkali jadi cuka asam bagi kemampuan kita meraih kebahagiaan itu.