21 Mar 2015

7 Indikator Kebahagiaan di Dunia

TUJUH INDIKATOR KEBAHAGIAAN HIDUP DI DUNIA

Ibnu Abbas RA menjelaskan, ada 7 indikator kebahagiaan hidup di dunia,
yaitu :

1) Qolbun Syakirun (hati yang selalu bersyukur), artinya selalu menerima apa adanya (qona'ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stres, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur.

2) Al-Azwaju Shalihah, yaitu pasangan hidup yang shaleh/shalihah. Pasangan hidup yang shaleh/shalihah akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sakinah.

3) Al-Auladul Abrar, yaitu anak yang shaleh. Do'a anak yg shaleh/shalihah kepada orang tuanya dijamin dikabulkan ALLAH, berbahagialah orang tua yang memiliki anak sholeh / solehah.

4) Al-Biatu Sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita. Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang shaleh yang selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan bila kita salah.

5) Al-Malul Halal, atau harta yang halal, bukan banyaknya harta tapi halalnya harta yang dimiliki. Harta yang halal akan menjauhkan setan dari hati. Hati menjadi bersih, suci dan kokoh sehingga memberi ketenangan dalam hidup.

6) Tafakuh Fid-Dien, atau semangat untuk memahami agama, dengan belajar ilmu agama, akan semakin cinta kepada agama dan semakin tinggi cintanya kepada ALLAH dan Rasul-NYA. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya.

7) Umur yang barokah, artinya umur yang semakin tua semakin shaleh, setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Semakin tua semakin rindu untuk bertemu dengan Sang Pencipta. Inilah semangat hidup orang-orang yang
barokah umurnya...
Www.pondoksedekah.org

20 Mar 2015

HALAL BUAT KAMI, HARAM BUAT TUAN

Adalah ulama Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali al Marwazi [1] ulama
terkenal di makkah yang menceritakan riwayat
ini.

Suatu ketika, setelah selesai menjalani salah satu ritual haji, ia beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit. Ia mendengar percakapan mereka,
"Berapa banyak yang datang tahun ini?" tanya
malaikat kepada malaikat lainnya.

"Tujuh ratus ribu," jawab malaikat lainnya.
"Berapa banyak mereka yang ibadah hajinya
diterima?"
"Tidak satupun"

Percakapan ini membuat Abdullah gemetar.
"Apa?" ia menangis dalam mimpinya.
"Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?"

Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar
cerita kedua malaikat itu.
"Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni . Berkat dia seluruh haji mereka diterima oleh Allah."

"Kok bisa"
"Itu Kehendak Allah"
"Siapa orang tersebut?"
"Sa'id bin Muhafah[2], tukang sol sepatu di kota Damsyiq (damaskus sekarang)"

Mendengar ucapan itu, ulama itu langsung terbangun. Sepulang haji, ia tidak langsung pulang kerumah, tapi langsung menuju kota Damaskus, Siria.

Sampai disana ia langsung mencari tukang sol
sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya.
Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa
memang ada tukang sol sepatu yang namanya
Sa'id bin Muhafah.

"Ada, ditepi kota" Jawab salah seorang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya. Sesampai disana ulama itu menemukan tukang sepatu yang berpakaian lusuh,

"Benarkah anda bernama Sa'id bin Muhafah?"
tanya Ulama itu
"Betul, siapa tuan?"
"Aku Abdullah bin Mubarak"
Said pun terharu, "bapak adalah ulama terkenal, ada apa mendatangi saya?"

Sejenak Ulama itu kebingungan, dari mana ia
memulai pertanyaanya, akhirnya iapun menceritakan perihal mimpinya.

"Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah
anda perbuat, sehingga anda berhak
mendapatkan pahala haji mabrur?"
"Wah saya sendiri tidak tahu!"
"Coba ceritakan bagaimana kehidupan anda
selama ini
Maka Sa'id bin Muhafah bercerita.
"Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu
mendengar :
Labbaika Allahumma labbaika.
Labbaika la syarika laka labbaika.
Innal hamda wanni'mata laka wal mulka.
laa syarika laka.
Ya Allah, aku datang karena panggilanMu.
Tiada sekutu bagiMu.
Segala ni'mat dan puji adalah kepunyanMu dan
kekuasaanMu.
Tiada sekutu bagiMu.
Setiap kali aku mendengar itu, aku selalu menangis
Ya allah aku rindu Mekah
Ya Allah aku rindu melihat kabah
Ijinkan aku datang…..
ijinkan aku datang ya Allah..

Oleh karena itu, sejak puluhan tahun yang lalu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya, sebagai tukang sol sepatu.
Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 dirham, cukup untuk saya berhaji.

"Saya sudah siap berhaji"
"Tapi anda batal berangkat haji"
"Benar"
"Apa yang terjadi?"
"Istri saya hamil, dan sering ngidam. Waktu saya hendak berangkat saat itu dia ngidam berat"
"Suami ku, engkau mencium bau masakan yang
nikmat ini?
"ya sayang"
"Cobalah kau cari, siapa yang masak sehingga
baunya nikmat begini. Mintalah sedikit untukku"

"Ustadz, sayapun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari gubug yang hampir runtuh.
Disitu ada seorang janda dan enam anaknya.
Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin
masakan yang ia masak, meskipun sedikit.
Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya

Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan "tidak boleh tuan"
"Dijual berapapun akan saya beli"
"Makanan itu tidak dijual, tuan" katanya sambil
berlinang mata.

Akhirnya saya tanya kenapa?
Sambil menangis, janda itu berkata "daging ini
halal untuk kami dan haram untuk tuan" katanya.

Dalam hati saya: Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim? Karena itu saya mendesaknya lagi "Kenapa?"

"Sudah beberapa hari ini kami tidak makan.
Dirumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk dimasak.
"Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati
kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram".

Mendengar ucapan tersebut spontan saya
menangis, lalu saya pulang.
Saya ceritakan kejadian itu pada istriku, diapun
menangis, kami akhirnya memasak makanan dan mendatangi rumah janda itu.

"Ini masakan untuk mu"
Uang peruntukan Haji sebesar 350 dirham pun
saya berikan pada mereka."
Pakailah uang ini untuk mu sekeluarga. Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi"

Ya Allah……… disinilah Hajiku
Ya Allah……… disinilah Mekahku.

Mendengar cerita tersebut Abdullah bin Mubarak tak bisa menahan air mata.

"Kalau begitu engkau memang patut
mendapatkannya"...

MasyaAllah...

= Prihandoko =
[priprihandoko@gmail.com]

Ilmu dan Kebahagiaan

ILMU DAN KEBAHAGIAAN
Oleh: Dr. Adian Husaini


Dalam bukunya, Tasauf Modern, Prof. Hamka pernah menyalin sebuah artikel karya Al-Anisah Mai berjudul Kun Saidan. Artikel itu diindonesiakan dengan judul:  Senangkanlah hatimu!

Dalam kondisi apa pun, pesan artikel tersebut, maka senangkanlah hatimu! Jangan pernah bersedih. Dalam kondisi apa pun.

Kalau engkau kaya, senangkanlah hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan yang sulit-sulit....

Dan jika engkau fakir miskin,   senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang selalu menimpa orang kaya. Senangkanlah hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepada engkau lagi, lantaran kemiskinanmu...

Kalau engkau dilupakan orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu!
Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacatmu...

Kalau tanah airmu dijajah atau dirimu diperbudak, senangkanlah hatimu! Sebab penjajahan dan perbudakan membuka jalan bagi bangsa yang terjajah atau diri yang diperbudak kepada perjuangan melepaskan diri dari belenggu.


Kondisi senantiasa bahagia dalam situasi  apa pun, inilah, yang senantiasa dikejar oleh manusia. Manusia ingin bahagia. Hidup tenang, tenteram, damai, bahagia. Tapi, apakah yang dimaksud bahagia? Sebagian orang mengejar kebahagiaan dengan bekerja keras untuk menghimpun harta. Tapi, setelah harta melimpah ruah, kebahagiaan itu pun tak kunjung menyinggahinya. Harta yang disangkanya membawa bahagia, justru membuatnya resah. Masalah demi masalah membelitnya.

Sebagian orang mengejar kebahagiaan pada diri wanita cantik. Dia menyangka setelah mengawini seorang wanita cantik, maka dia akan bahagia. Tapi, tak lama kemudian, bahtera rumah tangganya kandas. Ada yang mengejar kebahagiaan pada tahta, kekuasaan. Beragam cara dia lakukan untuk merebut kekuasaan. Sebab, kekuasaan memang sebuah kenikmatan dalam kehidupan. Dengan kekuasaan seseorang dapat berbuat banyak. Tapi, betapa banyak manusia yang justru hidup merana dalam kegemilangan kekuasaan. Dia sama sekali tidak merasakan kebahagiaan.

Orang sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan! Orang miskin menyangka, bahagia terletak pada harta kekayaan! Rakyat jelata menyangka kebahagiaan terletak pada kekuasaan! Orang biasa menyangka bahagia terletak pada kepopuleran! Dan sangkaan-sangkaan lain...

Tapi, sesungguhnya, kebahagiaan bukanlah terletak pada itu semua. Semua kenikmatan duniawi bisa menjadi tangga yang mengantar kepada kebahagiaan. Semuanya adalah sarana. Bukan bahagia itu sendiri. Lihatlah, betapa banyak pejabat yang hidupnya dibelit dengan penderitaan. Lihat pula, betapa banyak artis terkenal yang hidupnya jauh dari kebahagiaan dan berujung kepada narkoba dan obat penenang! Lalu, apakah itu bahagia (saadah/happiness).
Selama ribuan tahun, para ahli pikir, telah sibuk membincang tentang kebahagiaan. Kamus The Oxford English Dictionary (1963) mendefinisikan happiness sebagai: Good fortune or luck in life or in particular affair; success, prosperity.  Jadi, dalam pandangan ini, kebahagiaan adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersifat kondisional. Jika dia sedang berjaya, maka di situ ada kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan. Maka, menurut pandangan ini, tidak ada kebahagiaan yang abadi, yang tetap dalam jiwa manusia. Kebahagiaan itu sifatnya temporal dan kondisional. Prof. Naquib al-Attas menggambarkan kondisi kejiwaan masyarakat Barat sebagai: Mereka senantiasa dalam keadaan mencari dan mengejar kebahagiaan, tanpa merasa puas dan menetap dalam suatu keadaan. Tokoh panutan mereka adalah Sisyphus.

Berbeda dengan pandangan tersebut, Prof. Naquib Al-Attas mendefinisikan kebahagiaan (saadah/happiness) sebagai berikut:
Kesejahteraan dan kebahagiaan itu bukan dianya merujuk kepada sifat badani dan jasmani insan, bukan kepada diri hayawani sifat basyari; dan bukan pula dia suatu keadaan akal-fikri insan yang hanya dapat dinikmati dalam alam fikiran dan nazar-akali belaka. Kesejahteraan dan kebahagiaan itu merujuk kepada keyakinan diri akan Hakikat Terakhir yang Mutlak yang dicari-cari itu  yakni: keadaan diri yang yakin akan Hak Taala  dan penuaian amalan yang dikerjakan oleh diri itu berdasarkan keyakinan itu dan menuruti titah batinnya. (SMN al-Attas, Mana Kebahagiaan dan Pengalamannya dalam Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC:2002), pengantar Prof. Zainy Uthman, hal. xxxv).


Jadi, kebahagiaan adalah kondisi hati, yang dipenuhi dengan keyakinan (iman), dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu. Bilal bin Rabah merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya, meskipun dalam kondisi disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi hakim negara.

Imam al-Ghazali, seperti dikutip Hamka dalam Tasaud Modern, mengungkapkan: Bahagia dan kelezatan yang sejati, ialah bilamana dapat mengingat Allah. Hutaiah, seorang ahli syair, menggubah sebuah syair:
ولست آرى السعادة جمع مال   *   ولكن التقى لهي السعيد            
(Menurut pendapatku, bukanlah kebahagiaan itu pada pengumpul harta benda;
Tetapi, taqwa akan Allah itulah bahagia).

Menurut al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai marifatullah, telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya, al-Ghazali menyatakan:
Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu ialah bila kita rasai nikmat kesenangan dan kelezatannya, dan kelezatan itu ialah menurut tabiat kejadian masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan telinga mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang lain dari tubuh manusia. Ada pun kelezatan hati ialah teguh marifat kepada Allah, karena hati itu dijadikan ialah buat mengingat Tuhan.... Seorang hamba rakyat akan sangat gembira kalau dia dapat berkenalan dengan wazir; kegembiraan itu naik berlipat-ganda kalau dia dapat berkenalan pula dengan raja. Tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam kegembiraan, lebih dari apa yang dapat dikira-kirakan oleh manusia, sebab tidak ada yang maujud ini yang lebih dari kemuliaan Allah... Oleh sebab itu tidak ada marifat yang lebih lezat daripada marifatullah.

Marifatullah adalah buah dari ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan , bahwa Tiada Tuhan selain Allah (Laa ilaaha illallah).   Untuk itulah, untuk dapat meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah. Caranya, dengan mengenal ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyah maupun ayat qauliyah. Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang memerintahkan manusia memperhatikan dan memikirkan tentang fenomana alam semesta, termasuk memikirkan dirinya sendiri. Alam semesta ini adalah ayat, tanda-tanda, untuk mengenal Sang Khaliq. Maka, celakalah orang yang tidak mau berpikir tentang alam semesta.

Di samping ayat-ayat kauniyah, Allah SWT juga menurunkan ayat-ayat qauliyah, berupa wahyu verbal kepada utusan-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Karena itu, dalam QS Ali Imran 18-19, disebutkan, bahwa orang-orang yang berilmu adalah orang-orang yang bersaksi bahwa Tiada tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa Sesungguhnya ad-Din dalam pandangan Allah SWT adalah Islam. Risalah kenabian Muhammad saw  telah menyempurnakan risalah para nabi sebelumnya.

Inilah yang disebut sebagai ilmu yang mengantarkan kepada peradaban dan kebahagiaan. Setiap lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam, harus mampu mengantarkan sivitas akademika-nya menuju kepada tangga kebahagiaan yang hakiki dan abadi. Setiap peserta didik harus besungguh-sungguh untuk memahami ilmu yang benar dan bermujahadah untuk meraih kebahagiaan yang hakiki; kebahagiaan yang sejati, yang terkait antara dunia dan akhirat.  Kriteria inilah yang harusnya dijadikan indikator utama, apakah suatu program pendidikan (tadib) berhasil atau tidak. Keberhasilan pendidikan dalam Islam bukan diukur dari berapa mahalnya uang bayaran sekolah; berapa banyak yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri, dan sebagainya. Tetapi, apakah pendidikan itu mampu melahirkan manusia-manusia yang beradab yang mengenal dan bahagia beribadah kepada Sang Pencipta.

Manusia-manusia yang berilmu seperti inilah yang hidupnya bahagia dalam keimanan dan keyakinan; yang hidupnya tidak terombang-ambing oleh setiap keadaan. Dalam kondisi apa pun, hidupnya bahagia, karena dia sudah mengenal Allah, ridha dengan keputusan Allah,  dan berusaha menyelaraskan hidupnya dengan segala macam peraturan Allah yang diturunkan melalui utusan-Nya.

Dalam kondisi apa pun, dalam posisi apa pun, manusia semacam ini akan hidup dalam kebahagiaan. Fa laa khaufun alaihim wa laa hum yahzanuun. Hidupnya hanya mengacu kepada Allah, dan tidak terlalu peduli dengan reaksi manusia terhadapnya. Alangkah indah dan bahagianya hidup semacam itu; bahagia dunia dan akhirat. (***)

Ketika Menteri Mengontrak Rumah


Bismillah ... Di dalam gang sempit itu, berkelok dari jalan utama, menyelusup gang-gang padat rumah di Jatinegara terdapat sebuah rumah mungil dengan satu ruang besar. Begitu pintu dibuka, akan ada koper-koper berkumpul di sudut rumah dan kasur-kasu digulung di sudut lainnya ruang besar itu. Di sanalah tempat tidur Haji Agus Salim (Menteri Luar Negeri RI) bersama istri dan anak-anaknya.

Dikontrakkan yang lain, Agus Salim, kira-kira enam bulan sekali mengubah letak meja kursi, lemari sampai tempat tidur rumahnya. Kadang-kadang kamar makan ditukarnya dengan kamar tidur. Haji Agus Salim berpendapat bahwa dengan berbuat demikian ia merasa mengubah lingkungan, yang manusia sewaktu-waktu perlukan tanpa pindah tempat atau rumah atau pergi istirahat di lain kota atau negeri.

Begitulah seperti dikisahkan Mr. Roem, murid dari H. Agus Salim yang juga tokoh Masyumi ini. Anies Baswedan dalam 'Agus Salim: Kesederhanaan, Keteladanan yang Menggerakan' menyebutkan bahwa H. Agus Salim hidup sebagai Menteri dengan pola 'nomaden' atau pindah kontrakkan ke kontrakkan lain.

Dari satu gang ke gang lain. Berkali-kali Agus Salim pindah rumah bersama keluarganya. "Selama hidupnya dia selalu melarat dan miskin," kata Profesor Willem "Wim" Schermerhorn. Wim menjadi ketua delegasi Belanda dalam perundingan Linggarjati. (Majalah Tempo Edisi Khusus Agus Salim)

Pernah, pada salah satu kontrakkan tersebut, toiletnya rusak. Setiap Agus Salim menyiram WC, air dari dalam meluap. Sang istri pun menangis sejadi-jadinya, karena baunya yang meluber dan air yang meleber. Zainatun Nahar istrinya,tak kuat lagi menahan jijik sehingga ia muntah-muntah. Agus Salim akhirnya melarang istrinya membuang kakus di WC dan ia sendiri yang membuang kotoran istirnya menggunakan pispot.

Kasman Singodimedjo (tokoh Muhammadiyah dan Masyumi Ketua KNIP Pertama), dalam 'Hidup Itu Berjuang' mengutip perkataan mentornya yang paling terkenal: "leiden is lijden" (memimpin itu menderita) kata Agus Salim. Lihatlah bagaimana tak ada sumpah serapah meminta kenaikan jabatan, tunjangan rumah dinas, tunjangan kendaraan, tunjangan kebersihan WC, tunjangan dinas ke luar negeri untuk pelesiran, dll.

Saat salah satu anak Salim wafat ia bahkan tak punya uang untuk membeli kain kafan. Salim membungkus jenazah anaknya dengan taplak meja dan kelambu. Ia menolak pemberian kain kafan baru. "Orang yang masih hidup lebih berhak memakai kain baru," kata Salim. "Untuk yang mati, cukuplah kain itu."

Dalam Buku 'Seratus Tahun Agus Salim' Kustiniyati Mochtar menulis, "Tak jarang mereka kekurangan uang belanja." Ya, seorang diplomat ulung, menteri, pendiri Bangsa yang mewakafkan dirinya untuk mengabdi kepada Allah, bahwa memimpin itu adalah ibadah.

Seorang yang memilih jalan becek dan sunyi, berjalan kaki dengan tongkatnya dibanding gemerlap karpet merah dan mobil Land Cruiser, Alphard, dan gemerlap jantung kota lainnya. Kita tentu rindu sosok seperti mereka, bukan tentang melaratnya mereka, tapi tentang ruang kesederhanaan yang mengisi kekosongan nurani rakyat.

Ketika Wapres Mohammad Hata tak mampu membeli sepatu impiannya hingga akhir hayat. Ketika Perdana Menteri Natsir menggunakan jas tambal, mengayuh sepeda ontel ke rumah kontrakkanya. Ketika Menteri keuangan Pak Syafrudin yang tak mampu membeli popok untuk anaknya. Semoga Allah hadirkan mereka, sebuah keteladanan yang mulai memudar di tengah gemerlap karpet merah Istana dan Senayan.

( Semoga Bermanfaat)

= Prihandoko =
[priprihandoko@gmail.com]

Berkawan Itu Bersabar

👥👤"Berkawan Itu Bersabar"

Kawan yg tulus kadang memang lebih menyebalkan dr pada musuh yg menyamar.

Bekal utama kebersamaan adalah kesabaran.

Sebab kita tahu, perjalanan berombongan lebih lambat dibanding sendirian.

Berkawan insan-insan mulia harus disertai kesadaran, bahwa kita selalu harus "sedang menuju" kemuliaan, bukan telah sampai.

Persaudaraan adalah berbagi. Tetapi salah satu harus memulai,

Sepertinya lebih mudah bukan dengan meminta, tapi memberi.

Siapa tak sabar belajar, harus sabar dlm kebodohan.

Siapa tak sabar bersaudara, harus sabar dalam kesendirian.

Kadang ada dua org yg lebih baik bagi mereka jika dipersaingkan daripada jika di minta bekerjasama.

Tetapi tetaplah bersama dalam lingkaran persaudaraan.

Melingkar adalah mengokohkan daya(kekuatan).

Melingkar adalah menyulam cinta..
Melingkar adalah Kita..

~Salim A Fillah~

💎💎💎💎💎💎💎💎💎

Mutiara yang bersatu di kalung perhiasan, harus rela ditusuk jarum agar benang menyatukan. Berjama'ah mungkin melukai, tapi ia memberi arti.
(Salim A Fillah).