22 Nov 2014

KISAH SECANGKIR KOPI

Suatu hari di sebuah universitas terkenal. Sekelompok alumnus bertamu di rumah dosen senior, setelah bertahun-tahun mereka lulus. Setelah mereka semua menggapai kesuksesan, kedudukan yang tinggi serta kemapanan ekonomi dan sosial.

Setelah saling menyapa dan berbasa basi, masing-masing mereka mulai mengeluhkan pekerjaannya. Jadwal yang begitu padat, tugas yang menumpuk dan banyak beban lainnya yang seringkali membuat mereka stress.

Sejenak sang dosen masuk ke dalam. Beberapa saat kemudian, beliau keluar sambil membawa nampan di atasnya teko besar berisikan kopi dan berbagai jenis cangkir. Ada cangkir-cangkir keramik tiongkok yang mewah. Cangkir-cangkir kristal. Cangkir-cangkir melamin. Dan cangkir-cangkir plastik. Sebagian cangkir tersebut luar biasa indahnya.
Ukirannya, warnanya dan harganya yang waahh. Namun ada juga cangkir plastik yang biasanya berada di rumah orang-orang yang amat miskin.

Sang dosen berkata, "Silahkan.. masing-masing menuangkan kopinya sendiri".

Setelah setiap mahasiswa memegang cangkirnya, sang dosen berkata,
"Tidakkah kalian perhatikan bahwa hanya cangkir-cangkir mewah saja yang kalian pilih? Kalian enggan mengambil cangkir-cangkir yang biasa?"

Manusiawi sebenarnya, saat masing-masing dari kalian berusaha mendapatkan yang paling istimewa. Namun seringkali itulah yang membuat kalian menjadi gelisah dan stress.
Sejatinya yang kalian butuhkan adalah kopi, bukan cangkirnya. Akan tetapi kalian tergiur dengan cangkir-cangkir yang mewah. Terus perhatikanlah, setelah masing-masing kalian memegang cangkir tersebut, kalian akan terus berusaha mencermati cangkir yang dipegang orang lain!

Andaikan kehidupan adalah kopi, maka pekerjaan, harta dan kedudukan sosial adalah cangkir-cangkirnya. Jadi, hal-hal itu hanyalah perkakas yang membungkus kehidupan. Adapun kehidupan (kopi) itu sendiri, ya tetap itu-itu saja, tidak berubah.

Saat konsentrasi kita tersedot kepada cangkir, maka saat itu pula kita akan kehilangan kesempatan untuk menikmati kopi.

Karena itu kunasehatkan pada kalian, jangan terlalu memperhatikan cangkir, akan tetapi nikmatilah kopinya…".

Sejatinya, inilah penyakit yang diderita manusia. Banyak orang yang tidak bersyukur kepada Allah atas apa yang ia miliki, setinggi apapun kesuksesannya. Sebab ia selalu membandingkannya dengan apa yang dimiliki orang lain.

Setelah menikah dengan seorang wanita cantik yang berakhlak mulia, ia selalu berfikir bahwa orang lain menikah dengan wanita yang lebih istimewa dari istrinya.

Sudah tinggal di rumah sendiri, namun selalu membayangkan bahwa orang lain rumahnya lebih mewah dari rumah sendiri.

Ia bukannya menikmati kehidupannya beserta istri dan anak-anaknya. Tapi justru selalu memikirkan apa yang dimiliki orang lain, seraya berkata, "Aku belum punya apa yang mereka punya".

📚Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam mengingatkan,
"مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ؛ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا"
"Barang siapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya dan memiliki makanan untuk hari itu; seakan-akan ia telah memiliki dunia seisinya". (HR. Tirmidzi dan dinilai hasan oleh al-Albani).

✒Seorang bijak berpetuah,
"Alangkah anehnya kebanyakan manusia! Mereka korbankan kesehatan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Setelah terkumpul, gantian mereka gunakan harta tersebut untuk mengembalikan kesehatannya yang telah hilang!

Mereka selalu gelisah memikirkan masa depan, namun melupakan hari ini. Akibatnya, mereka tidak menikmati hari ini dan tidak pula hidup di masa datang.

Mereka senantiasa melihat apa yang dimiliki orang lain, namun tidak pernah melihat apa yang dimilikinya sendiri. Akibatnya, ia tidak bisa meraih apa yang dimiliki orang lain dan tidak pula bisa menikmati milik sendiri.

Mereka diciptakan untuk satu tujuan, yakni beribadah. Dunia diciptakan untuk mereka gunakan sebagai sarana beribadah. Namun justru sarana tersebut malah melalaikan mereka dari tujuan utama".

""Maka, mari kita nikmati kopi kehidupan tersebut, apapun cangkirnya…""

= Prihandoko =
[prihandoko@gmail.com]

RAHASIA KEHIDUPAN‬


‪Saat kita memberi, kita akan menerima. Saat kita menolong orang lain, pada saat yang sama kita sedang menolong diri sendiri.‬

‪Apa yang kita lakukan untuk orang lain, sebenarnya kita sedang melakukan untuk diri kita sendiri. ‬

‪Inilah rahasia kehidupan yang tersembunyi bagi banyak orang. Bukan karena mereka tidak melihat kebenaran ini, tapi mereka tidak mempercayainya.‬

‪Karena itu banyak orang lebih berbahagia menerima daripada memberi.
Lebih suka ditolong daripada menolong.
Hidup hanya berpusat kepada diri sendiri.‬

‪Αda ilustrasi menarik ;
Seorang buta sedang berjalan dengan tongkatnya di malam hari. Tangan kanannya memegang tongkat sementara tangan kirinya membawa lampu. Pemandangan ini cukup mengherankan bagi seorang pria yang kebetulan melihatnya.‬

‪Supaya tidak penasaran, pria itu bertanya: "Mengapa anda berjalan membawa lampu...?" 

Orang buta itu menjawab: "Sebagai penerangan..."

Dengan heran pria itu bertanya lagi: "Tetapi bukankah anda buta dan tetap tidak bisa melihat jalan meski ada lampu penerangan...?"

Orang buta iτu tersenyum sambil menjawab: "Meski saya tidak bisa melihat, orang lain melihatnya. Selain membuat jalanan menjadi terang, hal ini juga menghindarkan orang lain untuk tidak menabrak saya..."‬

‪Disaat kita melakukan sesuatu untuk orang lain, sebenarnya kita sedang melakukan sesuatu untuk diri kita sendiri. Kita diingatkan untuk tidak bosan2 berbuat baik. Ini sebuah rahasia kehidupan untuk hidup yang berkecukupan dan hidup bahagia.‬

‪Meski demikian, rahasia kehidupan ini tersembunyi bagi orang2 yang egois, kikir, pelit dan melakukan sesuatu berdasarkan apa yang untung bagi diri sendiri.‬

‪"...Hidup Bagaikan Main Yoyo, Kita Lempar Yoyo, maka Yoyo Akan Kembali Pada Diri kita..."‬

‪Semoga Bermanfaat

= Prihandoko =
[prihandoko@gmail.com]

Belajar dari jam dinding

Sahabat...
Pada waktu kita memasukkan sebuah Baterai ke dalam sebuah Jam Dinding, maka Jam Dinding itu mulai bekerja menjalankan tugasnya...

Detik demi detik.., menit demi menit.., jam demi jam.., ia terus bekerja dan bekerja.....sampai Baterai itu habis

Jam dinding itu bekerja tanpa pamrih : dilihat orang atau tidak, ia tetap berdenting..,

Dihargai orang atau tidak, ia tetap berputar..,

Walaupun tak seorangpun mengucapkan terima kasih, ia tetap bekerja...

Pada waktu bekerja, ia tetap menyuarakan KEBENARAN,

Ia selalu bicara apa adanya..., ketika jarum menunjukkan angka enam..., iapun berbunyi enam kali...,

Saat menunjukkan jam sembilan..., iapun berbunyi sembilan kali...,

dan begitu seterusnya..., tanpa dilebihkan atau dikurangi sedikitpun juga...

Ketika Tuhan menciptakan manusia, Ia juga memberi 'Baterai', yaitu Nafas Kehidupan,.....

Dengan Nafas Kehidupan itu, maksudnya agar kita bisa bekerja dan terus berkarya serta menberi sebanyak-banyak nya manfaat bagi sesama seperti halnya Jam Dinding tadi...

Selama 'Baterai' itu masih berfungsi, biarlah kita terus melakukan hal-hal yang baik dan berguna bagi sesama...

Tidak usah memusingkan diri dengan pujian dan penghargaan..,

sekalipun hal-hal baik yang kita lakukan tidak dilihat dan tidak dihargai oleh orang lain, kita harus terus melakukannya.

Cukuplah Allah yang Maha Tahu tentang apa yang telah kita perbuat.

= Prihandoko =
[prihandoko@gmail.com]

13 Nov 2014

Biduk Telah Ditambatkan

BIDUK TELAH DITAMBATKAN

Seorang wanita tua, bertubuh gemuk, dengan senyum jenaka di sela-sela pipinya yang bulat, duduk menggelar nasi bungkus dagangannya. Segera saja beberapa pekerja bangunan dan kuli angkut yang sudah menunggu sejak tadi mengerubungi dan membuatnya sibuk meladeni.

Bagi mereka menu dan rasa bukan soal, yang terpenting adalah harganya yang luar biasa murah. Hampir mustahil ada orang yang bisa berdagang dengan harga sedemikian rendah.

Lalu apa untungnya? wanita itu terkekeh menjawab, " Bisa numpang makan dan beli sedikit sabun" tapi bukankan ia bisa menaikan harga sedikit? sekali lagi ia terkekeh, "lalu bagaimana kuli-kuli itu bisa beli? siapa yang mau menyediakan sarapan buat mereka?" katanya sambil menunjukan para lelaki yang kini berlompatan ke atas truk pengantar mereka ke tempat kerja.

Ah..! betapa cantiknya, bila sebongkah misi hidup dipadukan dalam sebuah kerja.

Orang-orang yang memahami benar kehadiran karyanya, sebagaimana wanita tua diatas, yang bekerja demi setitik kesejahteraan hidup manusia, adalah "tiang penyangga" yang menahan langit agar tidak runtuh.

Merekalah beludru halus yang membuat jalan hidup yang tampak keras berbatu ini menjadi lembut bahkan mengobati luka.

Bukankan demikian tugas kita dalam kerja; menghadirkan secercah kesejahteraan bagi sesama (نافع لغيره)

= Prihandoko =
[prihandoko@gmail.com]

12 Nov 2014

Rizki dan Ikhtiar


Mungkin kau tak tahu di mana rizqimu.
Tapi rizqimu tahu di mana engkau.
Dari langit, laut, gunung?, & lembah; Rabb memerintahkannya menujumu..

Allah berjanji menjamin rizqimu. Maka melalaikan ketaatan padaNya demi mengkhawatirkan apa yang sudah dijaminNya adalah kekeliruan berganda.

Tugas kita bukan mengkhawatiri rizqi atau bermuluk cita memiliki; melainkan menyiapkan jawaban "Dari Mana" & "Untuk Apa" atas tiap karunia.

Betapa banyak orang bercita menggenggam dunia; dia alpa bahwa hakikat rizqi bukanlah yang tertulis dalam angka; tapi apa yang dinikmatinya.

Betapa banyak orang bekerja membanting tulangnya, memeras keringatnya; demi angka simpanan gaji yang mungkin esok pagi ditinggalkannya mati.

Maka amat keliru jika bekerja dimaknai mentawakkalkan rizqi pada perbuatan kita. Bekerja itu bagian dari ibadah. Sedang rizqi itu urusanNya.

Kita bekerja tuk bersyukur, menegakkan taat & berbagi manfaat. Tapi rizqi tak selalu terletak di pekerjaan kita; Allah taruh sekehendakNya.

Bukankah Hajar berlari 7x bolak-balik dari Shafa ke Marwah; tapi Zam-zam justru terbit di kaki bayinya? Ikhtiar itu laku perbuatan. Rizqi itu kejutan.

Ia kejutan tuk disyukuri hamba bertaqwa; datang dari arah tak terduga. Tugasnya cuma menempuh jalan halal; Allah lah yang melimpahkan bekal.

Sekali lagi; yang terpenting di tiap kali kita meminta & Allah memberi karunia; jaga sikap saat menjemputnya & jawab soalanNya, "Buat apa?"

Betapa banyak yang merasa memiliki manisnya dunia; lupa bahwa semua hanya "hak pakai" yang halalnya akan dihisab & haramnya akan di'adzab.

Banyak yang mencampakkan keikhlasan 'amal demi tambahan harta, plus dibumbui kata tuk bantu sesama ; lupa bahwa 'ibadah' apapun semata atas pertolonganNya.

Dengan itu kita mohon agar setiap tetes keringat dan jengkal langkah kita tercatat ikhlas kepada -Nya sebagai tanda bakti dan ibadah hanya untuk Allah semata... ُ.    *semoga hidup kita barokah. Aamiin*

= Prihandoko =
[priprihandoko@gmail.com]

9 Nov 2014

Waspadai Hedonic Treadmill

Pertanyaannya : kenapa makin tinggi income seseorang, ternyata makin menurunkan peran uang dalam membentuk kebahagiaan?

Kajian-kajian dalam ilmu financial psychology menemukan jawabannya, yang kemudian dikenal dengan nama "hedonic treadmill".

Gampangnya hedonic treadmill ini adalah seperti ini : saat gajimu 5 juta, semuanya habis. Saat gajimu naik 30 juta per bulan, eh semua habis juga.

Kenapa begitu? Karena ekspektasi dan gaya hidupmu pasti ikut naik, sejalan dengan kenaikan penghasilanmu.

Dengan kata lain, nafsmu untuk membeli materi/barang mewah akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan income-me. Itulah kenapa disebut hedonic treadmill : seperti berjalan diatas treadmill, kebahagiaanmu tidak maju-maju. Sebab nafsu-mu akan materi tidak akan pernah terpuaskan.

Saat income 10 juta/bulan, naik Avanza. Saat income 50 juta/bulan naik Alphard. Ini mungkin salah satu contoh sempurna tentang jebakan hedonic treadmill.

Hedonic treadmill membuat ekspektasimu akan materi terus meningkat. Itulah kenapa kebahagiaanmu stagnan, meski income makin tinggi. Sebab harapanmu akan penguasaan materi juga terus meningkat sejalan kenaikan income-mu.

Ada eksperimen menarik : seorang pemenang undian berhadiah senilai Rp 5 milyar dilacak kebahagiaannya 6 bulan setelah ia mendapat hadiah.

Apa yang terjadi ? Enam bulan setelah menang hadiah 5 milyar, level kebahagaiaan orang itu SAMA dengan sebelum ia menang undian berhadiah.

Itulah efek hedonic treadmill : karena nafsumu terus meningkat, kebahagiaanmu seolah berjalan di tempat, meski income melompat 10 kali lipat. Atau bahkan dapat hadiah 5 milyar.

Jadi apa yang harus dilakukan agar kita terhindar dari jebakan hedonic treadmill? Lolos dari jebakan nafsu materi yang tidak pernah berhenti?

Disinilah relevan untuk terus mempraktekan gaya hidup yang minimalis yang bersahaja ( qona'ah ) : sekeping gaya hidup yang tidak silau dengan gemerlap kemewahan materi.

Prinsip hedonic treadmill adalah : more is better. Makin banyak materi yang kamu miliki makin bagus. Jebakan nafsu yang terus membuai. Makin banyak mobil yang kamu miliki, makin bagus. Makin banyak properti yang kamu beli makin tajir. Godaan nafsu kemewahan yang terus berkibar-kibar.

Gaya hidup minimalis punya prinsip yang berkebalikan : less is more. Makin sedikit kemewahan materi yang kamu miliki, makin indah dunia ini. Gaya hidup minimalis yang bersahaja punya prinsip : hidup akan lebih bermakna jika kita hidup secukupnya. When enough is enough.

Prinsip hidup bersahaja, yang tidak silau dengan kemewahan materi, mungkin justru akan membawa kita pada kebahagiaan hakiki.

Dalam istilah islam kita kenal dengan " juhud " letakan materi duniawi pada tempatnya, sedikit atau banyaknya materi yg dimiliki tidak mengganggu ketaatan kepada Allah dan tidak merubah sikap sederhana dlm prinsip hidup bersahaja (harusnya boleh saja income dan materi terus bertambah, tp sikap dan gaya hidup tdk berubah)

Sebab pada akhirnya, bahagia itu sederhana : misal masih bisa menikmati secangkir Kopi atau teh di pagi hari dgn goreng pisang atau nasi uduk... setelah sebelumnya menyelesaikan sholat subuh berjamaah, tilawah dan sedekah... adalah kebahagiaan yg memuaskan dahaga jiwa.

Selamat menemukan kebahagiaan yang bersahaja.

#indahnyaberbagi



= Prihandoko =
[prihandoko@gmail.com]

7 Nov 2014

Apakah Sekolah Kita Sudah Beradab?

Apakah Sekolah Kita Sudah "Beradab"?
Irfan Amalee

Setahun terakhir ini saya terlibat membantu program Teaching Respect for All UNESCO. Saya juga membantu sejumlah sekolah agar menjadi sekolah welas asih (compassionte school). Dua hal di atas membawa saya betemu dengan sejumlah sekolah, pendidik, hingga aktivis revolusioner dalam menciptakan pendidikan alternatif. Di benak saya ada satu pertanyaan: sudah se-compassionate apa sekolah kita? Sejauh mana sekolah menumbuhkan sikap respect pada siswa dan guru, serta semua unsur di lingkungan sekolah? Karena compassion (welas asih) dan respect (sikap hormat dan emphaty) adalah bagian dari adab (akhlak) maka pertanyaannya bisa sedikit diubah dan terdengar kasar: sudah seber-adab apakah sekolah kita?

Rekan saya melakukan sebuah experimen yang menarik. Dia berkunjung ke Sekolah Ciputra, sekolah millik pengusaha Ciputra yang menekankan pada karakter, leadeship dan entrepreneurship serta memberi pengharagaan pada keragaman agama dan budaya. Pada kunjungan pertama rekan saya itu datang dengan baju necis menggunakan mobil pribadi. Di depan gerbang Pak Satpam langsung menyambut hangat, "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Rekan saya menjawab bahwa dia ingin bertemu dengan kepala sekolah, tetapi dia belum buat janji. Dengan sopan Pak Satpam berkata, "Baik, saya akan telepon pak kepala sekolah untuk memastikan apakah bisa ditemui, bapak silakan duduk, mau minum kopi atau teh?" Pelayanan yang begitu mengesankan!

Di waktu lain, rekan saya datang lagi, dengan penampilan yang berbeda. Baju kumal, dengan berjalan kaki. Satpam yang bertugas memberikan sambutan yang tak beda dengan sebelumnya, diperlihakan duduk dan diberi minuman. Saat berjalan menuju ruang kepala sekolah, satpam mengantarkan sambil terus bercerita menjelaskan tentang sekolah, bangunan, serta cerita lain seolah dia adalah seorang tour guide yang betul menguasai medan. Bertemu dengan kepala sekolah tak ada birokrasi rumit dan penuh suasana kehangatan. Padahal rekan saya itu bukan siapa-siapa, dan datang tanpa janjian sebelumnya.

Melatih satpam menjadi sigap dan waspada adalah hal biasa. Tetapi menciptakan satpam dengan perangai mengesankan pastilah bukan kerja semalaman. Pastilah sekolah ini punya komitmen besar untuk menerapkan karakter luhur bukan hanya di buku teks dan di kelas. Tapi semua wilayah sekolah, sehingga saat kita masuk ke gerbangnya, kita bisa merasakannya. Itulah hidden curricullum, culture.

Di kesempatan lain, saya bersama rekan saya itu berkunjung ke sebuah sekolah Islam yang lumayan elit di sebuah kota besar (saya tidak akan sebut namanya). Di halaman sekolah terpampang baliho besar bertuliskan, "The most innovative and creative elementary school" sebuah penghargaan dari media-media nasional. Dindinging-dinding sekolah dipenuhi foto-foto siswa yang menjuarai berbagai lomba. Ada dua lemari penuh dengan piala-piala. Pastilah sekolah ini sekolah luar biasa, gumam saya.

Kami berjalan menuju gerbang sekolah menemui satpam yang bertugas. Setelah kami mengutarakan tujuan kami ketemu kepala sekolah, satpam itu dengan posisi tetap duduk menunjuk posisi gerbang dengan hanya mengatakan satu kalimat, "lewat sana".

Kami masuk ke sekolah tersebut. Di tangga menuju ruangan kepala sekolah, ada seorang ibu yang bertugas menjadi front office menghadang kami dengan pertanyaan, "mau kemana?" dengan wajah tanpa senyum. Saat tiba di ruangan kepala sekolah, kebetulan sat itu mereka sedang rapat. Sehingga kami harus menunggu sekitar 45 menit. Selama kami duduk, berseliweran guru datang dan pergi tanpa ada ada yang menghampiri dan bertanya, " ada yang bisa saya bantu?"

Akhirnya kepala sekolah mempersilakan kami unutk masuk ke ruangannya. Baru ngobrol sebentar, tiba tiba seseorang di luar membuka pintu dan memasukkan kepalanya menanyakan sesuatu kepada kepala sekolah yang tengah mengobrol dengan kami. Tak lama dari itu tiba-tiba seorang guru masuk lagi langsung minta tanda tangan tanpa peduli bahwa kami sedang mengobrol. Karena kesal, akhirnya kepala sekolah itu mengunci pintu agar tak ada orang masuk. Dalam obrolan, saya sempat bertanya, apa kelebihan sekolah ini? Kepala sekolah terlihat berpikir keras selama beberapa menit sampai akhirnya menjawab," ini seperti toko serba ada, semua ada". Dari jawaban itu saya baru faham, pantas saja satpam sekolah ini tak punya sense of excelent service, kepala sekolahnya saja tak biss menjelaskan apa value preposition sekolahnya.

Kemegahan bangunan, serta berbagai prestasi yang telah diraih, rasanya menjadi tak ada apa-apanya. Karena bukan itu yagn membaut kita terkesan, melainkan atmosfir sekolah, hidden curricullum, culture.

Perjalanan kami lanjutkan ke sekolah Islam di tengah kampung. Bangunannya kecil sederhana. Pendiri sekolah ini seorang lulusan STM, tetapi mengabdikan separuh hidupnya untuk merumuskan dan menerapkan konsep  sekolah kreatif yang dapat memanusiakan manusia. Saat ditanya tentang sekolahnya, dengan lancar dia menjelaskan konsep sekolah kreatif yang memberikan keras besar pada kreativitas anak dan guru. Ruang kelas dibuat tanpa daun pintu. Hanya lubang lubang besar berbentuk kotak, lingkaran, bulan sabit, bintang. Sehingga ketika guru tidak menarik, siswa boleh keluar kapan saja. Tak ada seragam sekolah dan buku pelajaran.

Kami duduk di pelataran sekolah sambil menyaksikan keceriaan anak-anak yang tengah bermain. Selama kami duduk, ada tiga orang guru dalam waktu yang berbeda menghampiri menyambut kami dan bertanya, "ada yang bisa yang saya bantu?". Saya menangkap semangat melayani para guru tersebut. Mereka ingin memastikan tak ada tamu yang tak dilayani dengan baik.

Saat mengamati anak-anak bermain, saya melihat ada seorang anak yang jatuh dan menangis. Saya menebak bahwa guru akan segera membantu. Tetapi tebakan saya salah, ternyata dua teman sekelasnya datang menghibur dan membantunya untuk berdiri dan memapahnya ke kelas. Saya cukup terkesan.

Di sekolah yang sederhana ini saya menangkap aura kebahagiaan dari siswa dan guru-gurunya. Saya tak perlu tahu kurikulum dan sistemnya, saya sudah bisa merasakannya. Konsep dan visi pendirinya, ternyata bukan hanya di kertas. Saya bisa melihat dalam praktik. Itulah hidden curricullum, culture.

Pada kesempatan lain rekan saya pernah juga terkesan oleh siswa sekolah internasiona yang kebanyakn siswanya berkebangsaan jepang. Saat itu rekan saya akan mengisi acara di depan siswa pukul 10 pagi. Setengah sepuluh aula masih kosong. Tak ada orang tak ada kursi. Lima belas menit sebelum acara para siswa datang, mengambil kursi lipat dan meletakkannya dalam posisi barisan yang rapi. Seusai acara, setiap siswa kembali melipat kursi dan meletakkannya di tempat penyimpanan, hingga ruangan kembali kosong dan bersih seperti semula. Itulah culture.

Dari cerita di atas, saya semakin tidak tertarik pada prestasi apa yang diraih sekolah, semegah apa sebuah sekolah. Saya lebih tertarik bagaimana budaya sekolah dibangun dan diterapkan? Banyak sekolah yang menginvestasikan begitu banyak waktu dan pikiran untuk menyabet berbagai penghargaan. Tapi tak banyak yang serius membuat sekolah menjadi berharga dengan karakter dan budi pekerti. Banyak guru dan pelatih didatangkan untuk memberikan pembinaan tambahan pada siswa agar dapat menang lomba. Tapi sedikit sekali pelatihan service excellence untuk satpam dan karyawan. Dinding sekolah dipenuhi foto-foto siswa yang juara ini juara itu, tapi jarang sekali foto sesorang siswa dipajang karena dia melakukan sebuah kebaikan. Kehebatan lebih dihargai daripada kebaikan. Prestasi lebih berharga dari budi pekerti.

Kita harus segera mengubah sistem pendidikan kita masih berorientasi pada ta'lim (mengajarkan) menjadi ta'dib (penanaman adab). Dalam konsep compassionate school, tadib harus diterapkan secara menyeluruh (wholse school approach) meliputi tiga area, pertama SDM yaitu guru, karyawan, orangtua, hingga satpam, kedua kurikulum, dan yang ketiga iklim atau hidden curricullum.

Sebuah sekolah bukanlah pabrik yang melahirkan siswa-siswa pintar. Tapi sebuah lingkungan yang membuat semua unsur di dalamnya menjadi lebih ber-adab. Untuk mengukur apakah sebuah sekolah sudah menjadi compassionate school tak serumit standar ISO. Cobalah berinteraksi dengan satpam sekolah, amatilah bagaimana guru beriteraksi, siswa bersikap. Rasakan atmosfirnya. Jika preastasi akademik bisa dilihat di selembar kertas, budi pekerti hanya bisa kita rasakan.

= Prihandoko =
[prihandoko@gmail.com]

6 Nov 2014

Mari Berteman

Bila kau berteman karena kelebihan yang dipunyai oleh temanmu.
Sungguh...suatu saat kau akan kecewa dengan  kekurangannya.

Bila kau berteman karena kebaikan yang dipunyai oleh temanmu.
Sungguh....suatu saat kau akan kecewa akan kejelekannya.

Bila kau berteman karena kesamaan pikiran yang kalian punyai.
Sungguh...suatu saat kau akan kecewa dengan perbedaan pemikirannya.

Bila kau berteman karena temanmu terlihat menyenangkan.
Maka...suatu hari kau akan kecewa akan sikap temanmu yang menyebalkan.

Bila kau berteman karena Allah.

Maka kau akan sadar bahwa temanmu hanyalah manusia biasa.

Yang bisa benar dan bisa juga salah.
Bisa juga terkadang khilaf.
Punya kelebihan dan kekurangan.
Karena tidak ada manusia yang sempurna.

Bila kita mencari teman dan sahabat yang sempurna.

Maka yang ada hanyalah kekecewaan yang tiada tara.
Karena kita juga bukan malaikat yang tanpa cela.

Selama mereka tidak berbuat dholim yang merugikanmu.
Selama mereka tidak menghianati amanahmu.
Selama mereka tidak memfitnahmu atau melakukan perbuatan keji lainnya.

Maka mereka adalah sahabatmu.
Berilah mereka maaf atas kekurangan mereka.

Karena kita juga sangat suka apabila orang lain memaafkan kesalahan kita.

Ada 3 jenis teman didunia ini. Yaitu ;

1. Teman yang hanya memanfaatkan.

Yaitu teman yang hanya mencari manfaat dari kita. Mereka senang bila diberi dan marah bila tidak diberi

(QS At Taubah 58)

2. Teman sekedar bersenang-senang masalah dunia.

Mereka suka menyia-nyiakan waktu dan tidak bisa diambil manfaatnya untuk urusan akhirat.

3. Teman yang memiliki keutamaan.

Mereka membawa pada kebaikan.
Suka mengingatkan temannya tanpa menjatuhkan kehormatannya.

Dari 3 jenis teman diatas kita tentu memilih teman yang nomor 3.

Tapi kita lupa, kita sering menilai orang lain tapi seringkali lupa menilai diri sendiri.
Kita termasuk teman nomor berapa??

Apa yang ke 3? Ke 2?
Atau jangan-jangan malah masuk kategori yang pertama???

naudzu billah

Biarlah teman kita masuk kategori no 1 atau 2.

Tapi jangan sampai kita masuk kategori tsb.

Kalo perlu ingatkan teman kita agar bisa menjadi no3.
Untuk semua sahabat saya.

Mohon maaf apabila selama ini ada perbuatan saya yang menyakiti kalian.

Sungguh saya ingin mencintai kalian karena Allah.

Dengan segala kelebihan dan kekurangan kalian.

Tolong nasehati saya bila saya khilaf dan salah.

Karena saya ingin kita bisa saling mencari di surga nanti.

= Prihandoko =
[prihandoko@gmail.com]

Pelajaran berharga

Suatu hari di tepi sungai Dajlah, Hasan al-Basri melihat seorang pemuda duduk berdua-duaan dengan seorang perempuan. Di sisi mereka terletak sebotol arak.

Kemudian Hasan berbisik dalam hati, "Alangkah buruk akhlak orang itu dan alangkah baiknya kalau dia seperti aku!"

Tiba-tiba Hasan melihat sebuah perahu di tepi sungai yang sedang tenggelam. Lelaki yang duduk di tepi sungai tadi segera terjun untuk menolong penumpang perahu yang hampir lemas karena karam. Enam dari tujuh penumpang itu berhasil diselamatkan.

Kemudian dia berpaling ke arah Hasan al-Basri dan berkata, "Jika engkau memang lebih mulia daripada saya, maka dengan nama ALLAH, selamatkan seorang lagi yang belum sempat saya tolong. Engkau diminta untuk menyelamatkan satu orang saja, sedang saya telah menyelamatkan enam orang."

Bagaimana pun usaha Hasan al-Basri tetapi akhirnya gagal menyelamatkan yang seorang itu. Maka lelaki itu berkata padanya. "Tuan, sebenarnya perempuan yang duduk di samping saya ini adalah ibu saya sendiri, sedangkan botol itu hanya berisi air biasa, bukan anggur atau arak."

Hasan al-Basri tertegun lalu berkata, "Kalau begitu, sebagaimana engkau telah menyelamatkan enam orang tadi dari bahaya tenggelam ke dalam sungai, maka selamatkanlah saya dari tenggelam dalam ke-BANGGA-an dan ke-SOMBONG-an."

Lelaki itu menjawab, "Mudah-mudahan ALLAH mengabulkan permohonan tuan."

Semenjak itu, Hasan al-Basri semakin dan selalu me-RENDAH-kan HATI bahkan ia menganggap dirinya sebagai makhluk yang tidak lebih daripada orang lain.

Jika ALLAH membukakan pintu shalat tahajud untuk kita, janganlah lantas kita memandang rendah saudara seiman yang sedang tertidur pulas.

Jika ALLAH membukakan pintu puasa sunnah, janganlah lantas kita memandang rendah saudara seiman yang tidak ikut berpuasa sunnah.

Bisa jadi orang yang gemar tidur dan jarang melakukan puasa sunnah itu lebih dekat dengan ALLAH, daripada diri kita. Ilmu ALLAH sangat amatlah luas...

Jangan pernah UJUB & SOMBONG pada amalanmu.

= Prihandoko =
[prihandoko@gmail.com]