25 Mar 2009

Successful people think differently

"Successful people think differently than unsuccessful people"
Ungkapan ini berusaha menjelaskan bahwa perbedaan utama antara orang suksesdan orang gagal ada pada cara berpikirnya. Mereka yang sukses adalah merekayang selalu menggunakan kekuatan berpikir untuk terus memperbaiki hidupnyasehingga lebih baik.
Orang-orang yang sukses ini adalah mereka yang memiliki tipe berpikirpositif. Tipe berpikir orang-orang sukses ini adalah:
1.
Big picture thinking bukan small thinkingCara berpikir ini menjadikan mereka terus belajar, banyak mendengar danterfokus sehingga cakrawala mereka menjadi luas. 2.
Focused thinking bukan scattered thinkingSehingga dapat menghemat waktu dan energi, loncatan-locatan besar dapatmereka raih. 3.
Creative thinking bukan restrictive thinkingProses berpikir kreatif ini meliputi: think-collect-create-correct-connect. 4.
Realistic thinking bukan fantasy thinkingMemungkinkan mereka meminimalkan risiko, ada target & plan, security,sebagai Katalis dan memiliki Kredibilitas. 5.
Strategic thinking bukan random thinkingSehingga simplifies, customize, antisipatif, reduce error and influenceother dapat dilakukan. 6.
Possibility thinking bukan limited thinkingMereka dapat berpikir bebas dan menemukan solusi bagi situasi yang dihadapi.
7.
Reflective thinking bukan impulsive thinkingMemungkinkan mereka memiliki integritas, clarify big picture, confidentdecision making. 8.
Innovative thinking bukan popular thinkingMenghindari cara berpikir yang awam untuk meraih sesuatu yang lebih baik. 9.
Shared thinking bukan solo thinkingBerbagi pemikiran dengan orang lain untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
10.
Unselfish thinking bukan selfish thinkingMemungkinkan mereka berkolaborasi dengan pemikian orang lain. 11.
Bottom line thinking bukan wishful thinkingBerfokus pada hasil sehingga dapat meraih hasil berdasarkan potensipemikiran yang dimiliki.
SUMBER: THINKING FOR A CHANCEPENGARANG: JOHN C. MAXWELLPENERBIT: WARNER BUSINESS BOOKS (2003)

BUKAN HANYA DEMI SESUAP NASI

BUKAN HANYA DEMI SESUAP NASI
Mengapa anak-anak banyak bercita-cita menjadi dokter? Karena mereka tahu,bahwa pekerjaan mereka kelak semestinya bukan hanya demi sesuap nasi,melainkan juga demi segenggam cita-cita luhur.
Bukankah ini mengingatkan kita agar sadar bahwa kerja keras kita tentunyabukan hanya demi mengumpulkan angka-angka laba seceruk demi seceruk, tetapijuga membangun nilai-nilai pengabdian mulia pada dunia. Suara kanak-kanakmemang seringkali melompat jauh mendahului jaman. Dan kita yang sudah banyaktermakan usia ini harus tertatih-tatih mengejarnya. Semogalah kita tak mudahpatah dan kehilangan gairah kanak-kanak dalam menghadapi permainan kehidupankerja kita. Bila toh sekantung laba tak kita kantungi, setidaknya kitamendapatkan setangkup kelapangan dada.

KISAH PAK TANI

KISAH PAK TANI
Alkisah jaman dahulu kala ada seorang petani miskin yang hidup dengan seorang putera nya. Mereka hanya memiliki seekor kuda kurus yang sehari-hari membantu mereka menggarap ladang mereka yang tidak seberapa. Pada suatu hari, kuda pak tani satu-satu nya tersebut menghilang, lari begitu saja dari kandang menuju hutan.
Orang-orang di kampung yang mendengar berita itu berkata: "Wahai Pak tani, sungguh malang nasibmu!".
Pak tani hanya menjawab, "Malang atau beruntung? Aku tidak tahu "
Keesokan hari nya, ternyata kuda pak Tani kembali ke kandangnya, dengan membawa 100 kuda liar dari hutan. Segera ladang pak Tani yang tidak seberapa luas dipenuhi oleh 100 ekor kuda jantan yang gagah perkasa. Orang-orang dari kampung berbondong datang dan segera mengerumuni "koleksi" kuda-kuda yang berharga mahal tersebut dengan kagum. Pedagang-pedagang kuda segera menawar kuda-kuda tersebut dengan harga tinggi, untuk dijinakkan dan dijual. Pak Tani pun menerima uang dalam jumlah banyak, dan hanya menyisakan 1 kuda liar untuk berkebun membantu kuda tua nya.
Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata: "Wahai Pak tani, sungguh beruntung nasibmu!".
Pak tani hanya menjawab, "Malang atau beruntung? Aku tidak tahu "
Keesokan hari nya, anak pak Tani pun dengan penuh semangat berusaha menjinakan kuda baru nya. Namun, ternyata kuda tersebut terlalu kuat, sehingga pemuda itu jatuh dan patah kaki nya.
Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata: "Wahai Pak tani, sungguh malang nasibmu!".
Pak tani hanya menjawab, "Malang atau beruntung? Aku tidak tahu "
Pemuda itupun terbaring dengan kaki terbalut untuk menyembuhkan patah kakinya. Perlu waktu lama hingga tulangnya yang patah akan baik kembali. Keesokan harinya, datanglah Panglima Perang Raja ke desa itu. Dan memerintahkan seluruh pemuda untuk bergabung menjadi pasukan raja untuk bertempur melawan musuh di tempat yang jauh. Seluruh pemuda pun wajib bergabung, kecuali yang sakit dan cacat. Anak pak Tani pun tidak harus berperang karena dia cacat.
Orang-orang di kampung berurai air mata melepas putra-putra nya bertempur, dan berkata: "Wahai Pak tani, sungguh beruntung nasibmu!".
Pak tani hanya menjawab, "Malang atau beruntung? Aku tidak tahu "
Kisah di atas, mengungkapkan suatu sikap yang sering disebut: non-judgement. Sebagai manusia, kita memiliki keterbatasan untuk memahami rangkaian kejadian yang diskenariokan Sang Maha Sutradara. Apa-apa yang kita sebut hari ini sebagai "kesialan", barangkali di masa depan baru ketahuan adalah jalan menuju "keberuntungan" . Maka orang-orang seperti Pak Tani di atas, berhenti untuk "menghakimi" kejadian dengan label-label "beruntung", "sial", dan sebagainya.
Karena, siapalah kita ini menghakimi kejadian yang kita sunguh tidak tahu bagaimana hasil akhirnya nanti. Seorang karyawan yang dipecat perusahaan nya, bisa jadi bukan suatu "kesialan", manakala ternyata status job-less nya telah memecut dan membuka jalan bagi diri nya untuk menjadi boss besar di perusahaan lain.
Maka berhentilah menghakimi apa - apa yang terjadi hari ini, kejadian - kejadian PHK , Paket Hengkang , Mutasi tugas dan apapun namanya . . . .yang selama ini kita sebut dengan "kesialan" , "musibah " dll , karena .. sungguh kita tidak tahu apa yang terjadi kemudian dibalik peristiwa itu .
"Hadapi badai kehidupan sebesar apapun. Tuhan takkan lupa akan kemampuan kita. Kapal hebat diciptakan bukan untuk dilabuhkan di dermaga saja."

Belajar dari Keledai

Belajar dari Keledai
Di sebuah desa, seorang petani kehilangan keledainya. Capek mencari, tak dia temukan juga keledai itu. Tapi, ketika dia lelah mencari dan duduk di bagian belakang rumah, samar telinganya mendengar ringkik memelas dari keledainya. Suara itu lirih, sedih. Tapi di mana? Dan kenapa suara itu bergema?
Beringsut, petani itu mencari sumber suara. Dan, jauh di belakang rumah, di dalam sumur kering yang tak terpakai, dia temukan keledainya, bergerak gelisah, memekik. Petani tua itu tak tahu harus berbuat apa. Menarik keledai ke atas, tentu dia tidak kuat. Juga bagaimana menariknya? Lama berpikir, akhirnya dia pun pasrah. "Keledai itu telah tua, dan sumur itu terlalu berbahaya jika dibiarkan saja," batinnya.
Ia pun memutuskan untuk mengubur si keledai di sumur itu. Dengan mengajak beberapa tetangga, dia mulai mengayuh sekop dan melemparkan timbunan tanah ke dalam sumur. Ditutupinya telinga, agar tak mendengar pekikan keledai yang seperti kehilangan harapan, dan dia meminta tetangga mempercepat menimbun tanah ke sumur. "Kian cepat, makin lekas tangisan keledai itu hilang," pikirnya.
Dan benarlah. Tak lama, tak terdengar lagi suara keledai dari dalam sumur. Karena menyangka sudah tertimbun, dia dan tetangga melongok ke dalam sumur. Tapi, pemandangan di bawah begitu mengagetkan mereka. Takjub. Terpukau. Ternyata, keledai itu masih segar-bugar, dan sibuk menggoyang-goyangkan badannya. Setiap satu sekop tanah jatuh menimpa tubuhnya, keledai itu akan menggoyangkan punggunya, menggugurkan timbunan tanah itu. Dan setelah tanah turun, keledai akan memijaknya, menjadikan titik tumpu. Menyadari hal itu, kian bersemangat petani dan para tetangga menimbunkan tanah. Keledai terus saja mengibaskan tubuhnya, dan bergerak naik seiring tanah yang kian banyak memenuhi sumur. Dan tak sampai setengah hari, sumur itu pun mulai penuh tanah, dan keledai itu meringkik, meloncati bibir sumur, dan berlari. Pergi.
Kehidupan, akan terus menuangkan tanah dan kotoran kepadamu. Hanya ada satu cara untuk keluar dari kotoran --kesedihan, masalah, cobaan, dan lainnya-- itu, yakni dengan menggerakkan tubuhmu, membuang segala kotoran itu dari pikiran dan hatimu. Dengan cara itulah, kamu dapat menjadikan semua masalah sebagai pijakan, melompati sumur kesengsaraan. Keledai itu memberi contoh terbaik. Dan tak ada salahnya, kita belajar dari keledai.
(Suara Merdeka Online)

PKS Mosaik Pluralitas Muslim Kota (Artikel KOMPAS)

Partai Keadilan Sejahtera
Mosaik Pluralitas Muslim Perkotaan

Selasa, 24 Maret 2009

Partai Keadilan Sejahtera mencerminkan sebuah kekuatan
baru yang mencirikan pluralitas Islam perkotaan. Ia menjadi mosaik yang
menghubungkan patahan-patahan dikotomis antara Islam tradisional dan
modern, antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Karakteristik baru
dari wajah politik aliran. BAMBANG SETIAWAN

Citra yang melekat pada diri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai
perwujudan dari kekuatan partai Islam pluralis juga tecermin dalam
hasil survei nasional yang dilakukan Litbang Kompas 20 Februari-3 Maret
2009. Terbanyak (49,3 persen) dari calon pemilih PKS dalam Pemilu 2009
adalah penganut agama Islam yang tidak terikat dalam salah satu aliran
besar (NU atau Muhammadiyah). Baik pemilih dengan latar belakang agama
Islam beraliran NU maupun Muhammadiyah memang menyumbang cukup besar
pada kekuatan PKS, tetapi terbanyak adalah pribadi-pribadi yang tidak
memiliki ikatan emosional dengan kedua aliran tersebut.

Tampaknya, corak ideologis yang dibangun lewat jaringan dakwah di kampus-kampus
telah membekaskan sebuah ciri kepartaian Islam yang berbeda dengan
tradisi dua aliran besar sebelumnya. Tumbuhnya kekuatan baru ini dapat
ditelusuri dari sejarah pembentukan PKS.Partai Keadilan
Sejahtera merupakan partai berasaskan Islam yang pendiriannya terkait
dengan pertumbuhan aktivitas dakwah Islam semenjak awal tahun delapan
puluhan. Awal dekade itu, gerakan-gerakan keislaman yang mengambil
masjid-masjid sebagai basis operasional dan strukturalnya, terutama
masjid kampus, mulai bersemi. Gerakan dakwah ini merebak dari tahun ke
tahun mewarnai suasana keislaman di kampus-kampus dan masyarakat umum,
bahkan menjalar pula ke kalangan pelajar dan mahasiswa di luar negeri,
baik Eropa, Amerika, maupun Timur Tengah. Gejolaknya muncul dalam
bentuk pemikiran keislaman dalam berbagai bidang dan juga
praktik-praktik pengamalan sehari-hari. Persaudaraan (ukhuwah) yang
dibangun di antara mereka menjadi sebuah alternatif cara hidup di
tengah-tengah masyarakat perkotaan yang cenderung semakin
individualistik (Litbang Kompas, Partai-Partai Politik Indonesia: Ideologi dan Program 2004-2009, 2004).

Gerakan dakwah ini semakin membesar dan mengental. Jaringan mereka pun semakin
meluas. Mereka juga berupaya membangun ruh keislaman melalui media
tablig, seminar, aktivitas sosial, ekonomi, dan juga pendidikan
meskipun saat itu berada dalam bayang-bayang kekuasaan Orde Baru yang
demikian ketat mengawasi aktivitas keagamaan.

Lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 membuka iklim kebebasan yang makin luas.
Musyawarah kemudian dilakukan oleh para aktivis dakwah Islam, yang
melahirkan kesimpulan perlunya iklim yang berkembang untuk dimanfaatkan
semaksimal mungkin bagi upaya peraihan cita-cita mereka. Pendirian
partai politik yang berorientasi pada ajaran Islam perlu dilakukan guna
mencapai tujuan dakwah Islam dengan cara-cara demokratis yang bisa
diterima banyak orang.

Sebelumnya, mereka melakukan sebuah survei yang melingkupi cakupan luas dari para aktivis dakwah, terutama yang tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia, untuk melihat respons umum dari kondisi politik yang berkembang di Indonesia.

Hasil survei menyimpulkan, saat inilah waktu yang tepat untuk
meneguhkan aktivitas dakwah dalam bentuk kepartaian. Survei ini dinilai
mencerminkan tumbuhnya kesamaan sikap di kalangan sebagian besar
aktivis dakwah.Partai Keadilan (PK) pun kemudian secara resmi
didirikan pada 20 Juli 1998. Islam menjadi asas dari partai baru ini.
Tercatat lebih dari 50 pendiri partai ini, di antaranya adalah Hidayat
Nur Wahid, Luthfi Hasan Ishaaq, Salim Segaf Aljufri, dan Nur Mahmudi
Ismail. Nur Mahmudi Ismail kemudian menjadi Presiden Partai Keadilan,
sedangkan Hidayat Nur Wahid duduk sebagai Ketua Majelis Pertimbangan
Partai. Kemudian, partai ini deklarasikan tanggal 9 Agustus 1998 di
Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta.

PKS bisa dikatakan merupakan partai kader yang mampu memproduksi pengikut dengan cepat. Pengikutnya dalam waktu singkat tumbuh berkali lipat. Dari partai kecil
yang tidak lolos ambang batas perolehan suara, PKS menjadi partai papan
menengah di pemilu berikutnya.

Pada Pemilu 1999, Partai Keadilan yang menjadi cikal bakal PKS memperoleh 1.436.565 suara atau 1,36 persen. Dengan hasil itu, Partai Keadilan menduduki peringkat ke tujuh
di antara 48 partai politik peserta Pemilu 1999. Bahkan, di DKI
Jakarta, Partai Keadilan berhasil menduduki peringkat ke lima. Ia
berhasil menduduki 7 kursi DPR, 21 kursi DPRD Tingkat I, dan sekitar
160 DPRD Tingkat II. Sayangnya, dengan hasil ini Partai Keadilan tidak
lolos ambang batas perolehan suara untuk bertahan di pemilu berikutnya.

Partai Keadilan pun kemudian mendirikan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada
20 April 2002, sebuah partai baru yang akan menjadi wadah bagi
kelanjutan kiprah politik dakwah warga Partai Keadilan. Setelah resmi
berbadan hukum pada 17 Juli 2003, PKS dipimpin oleh Hidayat Nur Wahid.Dalam
waktu lima tahun, pamornya naik, menduduki peringkat enam dalam
perolehan suara nasional dengan jumlah suara 7,34 persen. Kursi DPR
yang diraihnya pun meningkat lebih dari enam kali lipat, menjadi 45.
Bahkan, di DKI Jakarta ia mampu menjadi partai pemenang, mengalahkan
partai-partai besar lainnya.

Akademisi dan perkotaan
Ciri sebagai partai kaum akademisi sangat kuat tecermin dalam daftar calon
anggota legislatif PKS. Jika dibandingkan dengan akademisi yang
berjumlah 6,3 persen dari total seluruh caleg DPR, yang disodorkan oleh
PKS terasa melampaui rata-rata. Calon akademisi yang diusung PKS untuk
menjadi anggota DPR berkisar 20,8 persen, menjadi ciri utama paling
menonjol dari daftar caleg yang diajukan semua partai.

Tampaknya PKS memang mencoba mendekatkan struktur latar belakang calegnya dengan
komposisi pendidikan pemilihnya. Hasil survei Litbang Kompas
menunjukkan bahwa dibandingkan dengan pemilih untuk sejumlah partai
Islam dengan basis massa tradisional, pemilih PKS cenderung lebih
banyak berasal dari kalangan berpendidikan menengah ke atas
(SLTA-perguruan tinggi).

Karakteristik sebagai partai Islam dengan basis perkotaan juga tampak lekat dengan PKS. Dalam Pemilu 2004, PKS menang di DKI Jakarta serta di tiga kabupaten dan sembilan kota.
Meskipun delapan dari 12 kabupaten/kota yang menjadi basisnya di pemilu
sebelumnya berhasil direbut oleh partai lain dalam pilkada,
kemenangannya dalam seluruh pilkada cukup menonjol. Dari 459 pilkada
kabupaten/kota yang telah digelar sepanjang 2005-2009, PKS mampu
memenangkan 76 calon yang diusungnya untuk duduk sebagai kepala daerah.
Empat di antaranya dimenangkan sebagai pengusung tunggal, yaitu pilkada
Bekasi, Kota Depok, Bangka Barat, dan Kota Pariaman.

Total kemenangan koalisi PKS di level pilkada gubernur meliputi tujuh provinsi. Selain
koalisinya dengan PAN yang mampu mengalahkan dua calon kuat lainnya di
dalam pilkada Jawa Barat, kemenangannya di beberapa wilayah Pulau
Sumatera (Sumatera Utara, Bangka-Belitung, Bengkulu, Kepulauan Riau)
menambah kuatnya penetrasi PKS di jazirah Sumatera. Kemenangan
koalisinya di Nusa Tenggara Barat dan Maluku Utara juga menambah
kekuatan PKS di Indonesia bagian timur.

Ciri sebagai partai kota bisa dilihat dari perbandingan wilayah yang
dimenangkannya dalam pilkada. Jika dibandingkan dengan wilayah berbasis
kabupaten, kota lebih menjadi kekuatan bagi partai ini. Rata-rata
kemenangan tunggal yang diraihnya sejumlah 0,9 persen dari keseluruhan
pilkada. Namun, ia berhasil mengambil 2,1 persen dari total pilkada di
wilayah kota. Sebaliknya, di wilayah kabupaten ia hanya berhasil meraih
0,5 persen dari total pilkada kabupaten.

Komposisi kemenangan dalam pilkada yang lebih banyak di kota tampaknya juga mirip dengan
pola yang diraihnya dalam pemilu. Dalam Pemilu 2004, dari total 440
kabupaten/kota, PKS meraih 2,7 persennya. Di level kabupaten, dari 349
kabupaten yang ada, PKS hanya meraih 0,9 persennya. Sebaliknya, dari 91
kota, ia meraih 9,9 persennya.

Dilihat dari cakupan yang lebih luas, wilayah Jawa merupakan basis utama PKS, seperti tecermin dari Pemilu 2004. Enam dari 12 kemenangan di raih di kabupaten/kota di Jawa,
sisanya Sumatera, Kalimantan, dan Maluku Utara. Di Pulau Jawa,
konsentrasi basis massanya terletak di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Di
DKI Jakarta, PKS menang di Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta
Pusat, bersaing cukup ketat dengan Partai Demokrat yang menguasai
Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

Dengan kemampuannya menempatkan diri sebagai partai yang mewadahi pluralitas Muslim perkotaan dan menjalin kekuatan dengan dunia akademisi yang sebelumnya cenderung
cair, bukan tidak mungkin partai kader ini akan menjadi partai basis
yang cukup kokoh.(BAMBANG SETIAWAN/Litbang Kompas)