12 Nov 2008

Visi Depok 17 - Mencari Gubernur Harapan

Mencari Gubernur Harapan Rakyat

Berdasarkan Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat No. 18/08/32/Th. IX, 1 Agustus 2007, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada bulan Maret 2007 sebanyak 5,46 juta orang (13,55 persen) dari total penduduk jawa barat yang berjumlah sekitar 40 juta orang. Sementara, jumlah penduduk miskin pada Juli 2005 berjumlah 5,14 juta orang (13,06 persen). Ini berarti mengalami peningkatan sebesar 0,32 juta orang. Untuk jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan naik sebesar 0,26 persen dan di daerah perkotaan naik 0,64 persen. Selama periode Juli 2005-Maret 2007, penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah 0,11 juta orang, sementara di daerah perkotaan bertambah sebanyak 0,21 juta orang.

Di samping itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional mencatat hingga Oktober 2006 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 11,1 juta orang. Provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama jumlah pengangguran, yaitu 3,9 juta orang. Urutan kedua disusul DKI Jakarta 2,8 juta orang dan ketiga ditempati Provinsi Jawa Timur 1,8 juta orang. (Sumber: Tempo Interaktif, 24 Nop 2006)

Data di atas memberikan gambaran, bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah dua perkara yang saling mempengaruhi. Orang menjadi miskin karena menganggur. Orang menjadi penganggur karena miskin. Karena miskin, ia tidak mampu membiayai pendidikan ke tingkat yang lebih baik. Akibatnya, ia sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Akhirnya, ia menjadi penganggur.

Oleh karena itu, menjadi tidak aneh saat kita membaca data di atas. Jumlah kemiskinan di jawa barat meningkat, seiring dengan jumlah pengangguran yang juga tergolong tinggi. Namun ironisnya, jumlah kemiskinan di daerah perkotaan meningkat lebih tinggi daripada di pedesaan ((0,21 juta orang dibanding 0,11 juta orang). Artinya, jumlah orang miskin di kota semakin banyak, sedangkan dibandingkan jumlah penduduk yang menjadi miskin di desa. Padahal, secara umum, penduduk wilayah perkotaan nampak lebih sejahtera dan ‘berpunya’ dibandingkan penduduk pedesaan.

Bagi rakyat kebanyakan, problema kemiskinan dan pengangguran adalah problem kehidupan paling dasar yang harus menjadi prioritas utama bagi setiap pemimpin wilayah, baik kota/kabupaten maupun provinsi. Jika sampai terjadi sebuah peningkatan jumlah kemiskinan di suatu wilayah, artinya problem paling dasar dari masyarakat di wilayah tersebut belum selesai. Jika problem yang paling dasar tersebut tidak dapat diatasi dengan baik, bagaimana mungkin kita akan membahas problem-problem lain yang skala prioritasnya lebih rendah.

Mengapa problem kemiskinan dan pengangguran adalah program paling dasar? Karena problem ini secara potensial dapat memunculkan berbagai problem sosial lainnya, seperti kejahatan, kriminalitas, perampokan, pencurian, dan lain sebagainya. Semakin besar jumlah masyarakat yang miskin dan menganggur, maka semakin besar pula potensi kejahatan yang dapat terjadi di tengah masyarakat tersebut.

Untuk mengatasi berbagai problem mendasar tersebut, kita memerlukan sosok pemimpin yang kuat. Idealnya, seorang pemimpin itu paling tidak mempunyai empat kriteria: sidik/jujur, amanah, tabligh dan fathonah. Pertama, sidiq (jujur), berarti ia mampu menjalankan roda pemerintahan dg jujur, tidak melakukan tindakan penyimpangan, baik berupa korupsi, kolusi dan nepotisme. Ia pun tidak pernah terlibat dalam masalah hukum, baik masa lalu maupun saat ini.

Kedua, amanah, berarti ia mampu menjaga tugas kepemimpinan dg sebaik-baiknya, menegakkan keadilan di tengah rakyatnya tanpa memandang posisi dan status sosial. Ia merasa khawatir jika sampai menggunakan hak kepemimpinannya untuk melakukan sesuatu di luar kewenangan dan tanggung jawabnya. Ketiga, tabligh, berarti selalu menebar ajakan kepada rakyatnya utk menegakkan kebenaran dan keadilan secara bersama menuju tujuan yang diharapkan bersama. Ia mengajak rakyatnya secara ikhlas, tidak didorong oleh ambisinya untuk mengekalkan jabatannya, tetapi didorong oleh kebutuhan rakyatnya yang belum mampu ia selesaikan sepenuhnya. Keempat, fathonah, berarti memiliki profesionalisme, kompetensi, dan dan kecerdasan serta kemampuan utk memimpin rakyat.

Dalam masa pemilihan calon gubernur provinsi jawa barat ini, kita harus mampu menentukan sikap secara cerdas. Track record dari calon perlu diteliti dengan cermat. Kinerja dan prestasi yang pernah ditoreh menjadi ukuran kapasitas dirinya. Demikian pula, kebersihan dirinya dari berbagai kasus hukum, terutama terkait dengan KKN, menjadi syarat mutlak yang tidak boleh ditolerir sedikit pun. Kita tidak menginginkan pemimpin yang korup. Kita juga tidak menginginkan pemimpin yang mempunyai logika berpikir mengikuti paradigma lama. Kita mencari pemimpin yang berjiwa melayani bukan menguasai. Kita mencari pelayan bagi rakyat, bukan mencari majikan bagi rakyat. Allahu a’lam.

Tidak ada komentar: