10 Okt 2009

Jujur akan Mendapat Rahmat

Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzar
Al-Anshari berkata: “Dulu, aku pernah berada di Makkah semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala selalu menjaganya, suatu hari aku merasakan
lapar yang sangat. Aku tidak mendapatkan sesuatu yang dapat
menghilangkan laparku. Tiba-tiba aku menemukan sebuah kantong dari
sutera yang diikat dengan kaos kaki yang terbuat dari sutera pula.

Aku memungutnya dan membawanya pulang ke rumah. Ketika aku buka, aku
dapatkan didalamnya sebuah kalung permata yang tak pernah aku lihat
sebelumnya. Aku lalu keluar dari rumah, dan saat itu ada seorang bapak
tua yang berteriak mencari kantongnya yang hilang sambil memegang
kantong kain yang berisi uang lima ratus dinar. Dia mengatakan, ‘Ini
adalah bagi orang yang mau mengembalikan kantong sutera yang berisi
permata’. Aku berkata pada diriku, ‘Aku sedang membutuhkan, aku
ini sedang lapar. Aku bisa mengambil uang dinar emas itu untuk aku
manfaatkan dan mengembalikan kantong sutera ini padanya’.

Maka aku berkata pada bapak tua itu, ‘Hai, kemarilah’. Lalu aku
membawanya ke rumahku. Setibanya di rumah, dia menceritakan padaku
ciri kantong sutera itu, ciri-ciri kaos kaki pengikatnya, ciri-ciri
permata dan jumlahnya berikut benang yang mengikatnya. Maka aku
mengeluarkan dan memberikan kantong itu kepadanya dan dia pun
memberikan untukku lima ratus dinar, tetapi aku tidak mau
mengambilnya. Aku katakan padanya, ‘Memang seharusnya aku
mengembalikannya kepadamu tanpa mengambil upah untuk itu’. Ternyata
dia bersikeras, ‘Kau harus mau menerimanya’, sambil memaksaku
terus-menerus. Aku tetap pada pendirianku, tak mau menerima.

Akhirnya bapak tua itu pun pergi meninggalkanku. Adapun aku, beberapa
waktu setelah kejadian itu aku keluar dari kota Makkah dan berlayar
dengan perahu. Di tengah laut, perahu tumpangan itu pecah, orang-orang
semua tenggelam dengan harta benda mereka. Tetapi aku selamat, dengan
menumpang potongan papan dari pecahan perahu itu. Untuk beberapa waktu
aku tetap berada di laut, tak tahu ke mana hendak pergi!

Akhirnya aku tiba di sebuah pulau yang berpenduduk. Aku duduk di salah
satu masjid mereka sambil membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Ketika mereka
tahu bagaimana aku membacanya, tak seorang pun dari penduduk pulau
tersebut kecuali dia datang kepadaku dan mengatakan, ‘Ajarkanlah
Al-Qur’an kepadaku’. Aku penuhi permintaan mereka. Dari mereka aku
mendapat harta yang banyak.

Di dalam masjid, aku menemukan beberapa lembar dari mushaf, aku
mengambil dan mulai membacanya. Lalu mereka bertanya, ‘Kau bisa
menulis?’, aku jawab, ‘Ya’. Mereka berkata, ‘Kalau begitu,
ajarilah kami menulis’. Mereka pun datang dengan anak-anak juga dan
para remaja mereka. Aku ajari mereka tulis-menulis. Dari itu juga aku
mendapat banyak uang. Setelah itu mereka berkata, ‘Kami mempunyai
seorang puteri yatim, dia mempunyai harta yang cukup. Maukah kau
menikahinya?’ Aku menolak. Tetapi mereka terus mendesak, ‘Tidak
bisa, kau harus mau’. Akhirnya aku menuruti keinginan mereka juga.
Ketika mereka membawa anak perempuan itu kehadapanku, aku pandangi
dia. Tiba-tiba aku melihat kalung permata yang dulu pernah aku temukan
di Makkah melingkar di lehernya. Tak ada yang aku lakukan saat itu
kecuali hanya terus memperhatikan kalung permata itu.

Mereka berkata, ‘Sungguh, kau telah menghancurkan hati perempuan
yatim ini. Kau hanya memperhatikan kalung itu dan tidak memperhatikan
orangnya’. Maka saya ceritakan kepada mereka kisah saya dengan
kalung tersebut. Setelah mereka tahu, mereka meneriakkan tahlil dan
takbir hingga terdengar oleh penduduk setempat. ‘Ada apa dengan
kalian?’, kataku bertanya. Mereka menjawab, ‘Tahukah engkau, bahwa
orang tua yang mengambil kalung itu darimu saat itu adalah ayah anak
perempuan ini’. Dia pernah mengatakan, ‘Aku tidak pernah
mendapatkan seorang muslim di dunia ini (sebaik) orang yang telah
mengembalikan kalung ini kepadaku’.

Dia juga berdoa, ‘Ya Allah, pertemukanlah aku dengan orang itu
hingga aku dapat menikahkannya dengan puteriku’, dan sekarang sudah
menjadi kenyataan’. Aku mulai mengarungi kehidupan bersamanya dan
kami dikaruniai dua orang anak. Kemudian isteriku meninggal dan kalung
permata menjadi harta pusaka untukku dan untuk kedua anakku. Tetapi
kedua anakku itu meninggal juga, hingga kalung permata itu jatuh ke
tanganku. Lalu aku menjualnya seharga seratus ribu dinar. Dan harta
yang kalian lihat ada padaku sekarang ini adalah sisa dari uang 100
ribu dinar itu.†( orang ini sangat kaya raya )

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Tidak ada komentar: